MAKALAH
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
Alhamdulillahi robbil
‘alamin washolatu wassalamu ‘ala asyrofil anbiya wal mursalin sayyidina wa
maulana muhammadinil awwalin wa’ala alihi wa ashabihi ajma’in amma ba’du.
Segala puji bagi Allah
dengan rahmat-Nya kami telah dapat menyelesaikan makalah tafsir surat At-Thalaq
ayat 4-7, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penyusun sebagai sarana
pengalaman dan pengetahuan serta untuk teman- teman semua yang membacanya.
Amin.
Pada
pembahasan makalah kali ini akan dibahas rumusan masalah diantaranya:
a.
Ayat, terjemah QS. At-Thalaq:
4-7
b.
Asbab An-Nuzul
c.
Kandungan Hukum
d. Pembahasan
mengenai definisi, klasifikasi hak dan kewajiban wanita pada masa iddah. Serta
mengulas kandungan ayat at-thalaq:4-7 tentang iddah wainta menopause dan wanita
hamil.
BAB
II
PEMBAHASAN
Ayat dan Terjemah
·
QS. At-Thalaq : 4
Artinya :
Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi
(monopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa
iddahnya), Maka masa iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula)
perempuan-perempuan yang tidak haid. dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu
iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya. dan barang -siapa
yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam
urusannya.
·
QS. At-Thalaq : 5
Artinya :
Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu,
dan Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus
kesalahan-kesalahannya dan akan melipat gandakan pahala baginya.
·
QS. At-Thalaq : 6
Artinya :
Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu
bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka
untuk menyempitkan (hati) mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah
ditalaq) itu sedang hamil, Maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga
mereka bersalin, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka
berikanlah kepada mereka upahnya, dan musyawarahkanlah di antara kamu (segala
sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui kesulitan Maka perempuan lain boleh
menyusukan (anak itu) untuknya.
·
QS. At-Thalaq : 7
Artinya :
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari
harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada
seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan
memberikan kelapangan sesudah kesempitan.
Asbab Al- Nuzul
Dikemukakan oleh Muqatil di dalam
Tafsirnya, bahwa Khallad bin bin Amr bin Jamuh bertanya kepada Rasulullah SAW
tentang iddah wanita yang belum pernah haid. Maka turunlah ayat At-Thalaq : 4.
Berkenaan dengan peristiwa tersebut, sebagai jawaban pertanyaan itu. Yaitu 3
bulan masa iddah wanita yang belum pernah haid atau wanita menopause.[3]
v Kandungan Hukum
· Definisi Iddah
Iddah : perhitungan. Yaitu masa tunggu
bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan
suaminya, baik cerai mati atau cerai hidup, dengan tujuan mengetahui keadaan
rahimnya atau untuk berpikir bagi suami.
Setelah terjadinya perceraian antara
seorang wanita dengan suaminya, maka wanita tersebut dilarang melakukan
perkawinan dengan lelaki lain selama waktu tertentu yang ditetapkan syarak.
Dalam masa iddah ini, suami istri yang telah bercerai itu dapat berpikir apakah
perkawinan itu lebih baik dipertahankan, sehingga suami kembali kepada istrinya
(rujuk), jika perceraian yang terjadi adalah talak raj’I (talq satu atau dua),
atau perceraian itu lebih baik, sehingga suami itu tidak rujuk lagi pada
istrinya. Di samping itu, masa tunggu juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah
rahim wanita itu berisi janin atau tidak, sehingga apabila ternyata wanita itu
hamil, maka nasab anak tersebut dapat diketahui dengan jelas.
Ulam fiqh menyatakan bahwa iddah bagi
wanita yang kematian suami dijadikan syarak sebagai masa belasungkawa dan
penghormatan pihak istri terhadap suami yang meninggal, dengan demikian menurut
Ulama Fiqh, iddah merupakan ketentuan syarak yang harus dijalani para wanita
yang bercerai dengan suaminya.
· Macam- macam Iddah
Ulama Fiqh mengemukakan bahwa wanita beriddah
adakalanya disebabkan kerena dicerai suaminya (talaq satu, dua dan tiga) dan
adakalanya karena kematian suami. Dintaranya ada 10 kasus iddah.
Macam- macam Kasus
Iddah
|
Lamanya Iddah
|
Cerai Hidup - belum berkumpul
|
Tidak
ada iddah
|
Cerai mati – belum berkumpul
|
4
bulan 10 hari / 130 hari
|
Cerai Hidup – Sudah Berkumpul - Keadaan
Hamil
|
Sampai
kandungan lahir
|
Cerai Mati - Sudah Kumpul –
Keadaan Hamil
|
Melahirkan
kandungan dengan 4 bulan 10 hari.
|
Cerai Hidup – Sudah Berkumpul – Keadaan Haid
|
Iddah
3 kali suci
|
Cerai Mati – Sudah Berkumpul – Keadaan Haid
|
4
bulan 10 hari
|
Cerai Hidup – sudah berkumpul – Belum
Pernah Haid
|
3
bulan
|
Cerai Mati – sudah berkumpul – Belum
Pernah Haid
|
4
bulan 10 hari
|
Cerai Hidup – sudah berkumpul – Sudah
Lepas Haid
|
3
bulan
|
Cerai Mati – sudah berkumpul - Sudah Lepas
Haid
|
4
bulan 10 hari
|
Dari keterangan diatas
dapat diketahui berbagai klasifikasi iddah, namum pada kesempatan makalah kali
akan lebih membahas iddah wanita menopause dan wanita hamil, sesuai dengan yang
terkandung dalam QS. At-Thalaq ayat 4-7.
a. Iddah
wanita yang tidak haid
Menurut kesepakatan ulama Fiqh, iddah
wanita yang telah berhenti haid karena
usia lanjut (menopause) atau anak kecil yang belum haid diperhitungkan
berdasarkan bulan. Yaitu selama tiga bulan. Ketentuan tiga bulan ini didasarkan
pada firman Allah SWT dalam Surah At-Thalaq : 4 yang artinya : “Dan perempuan- perempuan (yang tidak
haid lagi menopause) diantara perempuan-
perempuanmu jika kamu ragu- ragu maka iddah mereka adalah tiga bulan…..)”.[4]
b.
Iddah
wanita Hamil
Iddah wanita hamil adalah sampai ia
melahirkan, hal ini didasarkan pada Surat At- Thalaq : 4 yang artinya : “…dan wanita- wanita hamil, waktu iddah
mereka itu adalah sampai mereka melahirkan kandungannya….”
Ayat
ini juga didukung oleh sabda Nabi SAW kepada Suaibah Al-Aslamiyah yang
diriwayatkan al-Jama’ah (mayoritas ahli hadis), bahwa ia dizinkan Rasulullah
SAW untuk melaksanakan perkawinan setelah ia melahirkan anaknya. Akan tetapi
apabila wanita hamil itu kematian suami, terdapat perbedaan pendapat ulama
tentang apakah ia tetap beriddah dengan iddah hamil atau iddah kematian suami.
Jumhur ulama fiqh menyatakan bahwa iddah wanita hamil yang kematian suami
adalah sampai ia melahirkan, sekalipun kelahiran itu belum mencapai waktu empat
bulan sepuluh hari. Bahkan menurut mereka, sekalipun wanita itu melahirkan
beberapa saat setelah kematian suami. Alasannya yaitu firman Allah SWT dalam
Surat At-Thalaq : 4 di atas. Disamping itu, Suaibah al-aslamiyah, sebagaimana disebutkan
dalam hadis, melahirkan beberapa malam setelah suaminya wafat. Lalu ia
mendatangi Rasulullah SAW untuk meminta izin menikah lagi dengan lelaki lain.
Rasulullah SAW mengizinkan dan Suaibah pun melangsungkan pernikahannya(HR.
Jama’ah)
Akan tetapi, Ali Bin Abi Thalib dan Ibn
Abas berpendapat bahwa wanita hamil yang kematian suami iddahnya adalah iddah
yang terlama dari iddah wafat, yaitu empat bulan sepuluh hari dan iddah wanita
hamil yaitu sampai melahirkan. Apabila wanita itu melahirkan melahirkan sebulan
setelah suaminya wafat, maka iddah yang dipakai adalah empat bulan sepuluh
hari. Apabila wanita itu telah melewati masa empat bulan sepuluh hari belum
juga melahirkan, maka iddahnya sampai melahirkan. Alasan yang mereka kemukakan
adalah adalah firman Allah SWT dalm
Surat Al-Baqarah : 234 yang menyatakan bahwa wanita- wanita yang kematian suami
iddahnya adalah empat bulan sepuluh hari tanpa membedakan apakah wanita itu
hamil atau tidak. Kemudian dalam Surat At-Thalaq : 4, Allah SWT menyatakan bahwa
wanita hamil itu iddahnya adalah sampai melahirkan. Ayat terakhir inipun menurut mereka bersifat
umum untuk wanita hamil yang dicerai hidup dan wanita hamil yang tercerai
mati. Oleh sebab itu, menurut mereka
kedua ayat ini harus dikompromikan dengan cara membatasi ayat kedua (at-thalaq
: 4) hanya untuk wanita hamil yang
dicerai hidupdan anaknya belum lahir juga setelah menjalani waktu empat bulan
sepuluh hari. Sementara itu ayat pertama tetap bersifat umum untuk wanita yang
tidak hamil dan wanita hamil. Dengan demikian, menurut mereka dengan cara ini
kedua ayat di atas sama- sama bisa diamalkan.
·
Hak
dan Kewajiban Wanita dalam Masa Iddah[5]
Para
fuqaha telah menyepakati ada beberapa hak dan kewajiban bagi wanita yang sedang
beriddah, yaitu sebagai berikut.
a. Tidak
boleh dipinang oleh lelaki lain, baik secara terang- terangan maupun sindiran.
Akan tetapi untuk wanita yang menjalani iddah kematian suami, pinangan dapat
dilakukan dengan sindiran. Dengan dasar QS. Al-Baqarah : 235 yang artinya: “dan tidak ada dosa bagi kamu meminang
wanita- wanita itu dengan sindiran ……..” (“wanita-wanita itu” dalam ayat
ini ditafsirkan sebagai wanita kematian suami).
b. Dilarang
keluar rumah. Jumhur ulama fiqh selain madzhab Syafi’i, sepakat menyatakan
bahwa wanita yang menjalani iddah dilarang keluar rumah apabila tidak ada
keperluan mendesak, seperti untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari.
c. Berhak
untuk tinggal selama menjalani masa iddahnya di rumah suaminya, hal ini di
dasarkan pada Surat At-thalaq ayat 1.
d. Menurut
kesepakatan fuqaha, wanita yang menjalani iddah akibat talaq raj’i (talaq satu
atau talaq dua) atau dalam keadaan hamil, suaminya wajib menyediakan seluruh
nafkah yang dibutuhkan wanita tersebut. Tetapi jika iddahnya adalah karena
kematian suami maka tidak wajib nafkah, karena kamatian menghapuskan seluruh
akibat perkawinana.
e. Wanita
itu wajib berihdad, yaitu tidak menggunakan alat- alat kosmetik untuk
mempercantik diri selama empat bulan sepuluh hari.
f. Wanita
dalam masa iddah talaq raj’i berhak mendapatkan harta warisan, sedangkan wanita
yang menjalani iddah talaq tiga atau talaq bain, tidak berhak mendapatkan harta
warisan dari suaminya yang wafat.
·
Kewajiban
suami terhadap Nafkah istri dalam masa iddah
Para ulama ahli fiqh sepakat bahwa
perempuan yang ditalaq raj’I masih berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal.
Tetapi masih diperselisihkan mengenai talaq tiga.
Abu Hanifah berkata : ia punya hak
nafkah dan tempat tinggal seperti perempuan yang ditalaq raj’I. karena dia
wajib menghabiskan masa iddah di rumah suaminya. Sedangkan di rumah ini dia
terkurung, karena suami masih ada hak kepadanya. Jadi dia berhak mendapat
nafkah.
Ahmad berkata : ia tidak berhak mendapat
nafkah dan tempat tinggal, sebagaimana hadits Fatimah bin Qais: bahwa ia telah
ditalaq tiga oleh suaminya. Lalu Rasulullah SAW bersabda kepadanya (Fatimah) :
Engkau tidak ada hak nafkah daripadanya (suami).
Syafi’I dan Malik berkata : Ia mendapat
hak dan tempat tinggal, tetapi tidak mendapat nafkah, kecuali kalau hamil.
Karena Aisyah dan Ibnu Musayyab menolak hadits Fatimah di atas.[6]
BAB
III
PENUTUP
Simpulan
Iddah : perhitungan. Yaitu masa tunggu
bagi wanita untuk melakukan perkawinan setelah terjadinya perceraian dengan
suaminya, baik cerai mati atau cerai hidup, dengan tujuan mengetahui keadaan
rahimnya atau untuk berpikir bagi suami.
Menurut kesepakatan ulama Fiqh, iddah
wanita yang telah berhenti haid karena
usia lanjut (menopause) atau anak kecil yang belum haid diperhitungkan
berdasarkan bulan. Yaitu selama tiga bulan.
Iddah
wanita hamil adalah sampai ia melahirkan, hal ini didasarkan pada Surat At-
Thalaq : 4 yang artinya : “…dan wanita-
wanita hamil, waktu iddah mereka itu adalah sampai mereka melahirkan
kandungannya….”
“Dan jika istri- istri mereka
yang sudah ditalaq itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka nafkahnya
hingga mereka bersalin.” Dengan demikian, Allah SWT telah menetapkan adanya
tempat tinggal dan nafkah bagi wanita yang hamil.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hifnawi, M.Ibrahim.Tafsir Al-Qurtubi Terjemah.2008.jakarta:
Pustaka Azzam
Assuyuti,Jalaluddin.Lubabun Nuzul Fi Asbabun Nuzul.1986.surabaya:Daarul Ihya
Ensiklopedi
Hukum Islam Jilid VI.2003. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru Van
Hoeve
Sabiq, Sayyid. Fiqh sunnah jilid V-VIII. 1978. Bandung : PT.Al-Ma’arif
0 komentar on "TAFSIR SURAT AT-THALAQ AYAT 4-7 TENTANG IDDAH WANITA MENOPAUSE DAN WANITA HAMIL"
Posting Komentar