A. Perbedaan Madzhab dan
Sebab-sebabnya
Perbedaan
selalu ada dalam kehidupan karena hal ini merupakan sunah Rasul yang berlaku
sepanjang masa. Perbedaan juga terjadi dalam segi penafsiran dan pemahaman
hukum yang berlaku. Seperti yang kita ketahui hukum tidaklah sekaku dalam hal
penerapannya pada masa awal islam, pada masa itu Nabi Muhammad sebagai tolak
ukur dan akhir dari setiap permasalahan
yang ada pada masa itu. Akan tetapi perbedaan itu semakin jelas terlihat ketika
era para sahabat dan para tabi’in yang ditandai dengan adanya berbagai aliran
atau madzhab yang bercorak kedaerahan dengan tokoh dan kecenderungan
masing-masing [1].
Pada
masa era tabi’in dan tabi’at-tabi’in ada beberapa daerah yang di kenal sebagai
daerah sebagai pusat pemikiran yakni Irak (Kufah dan Basrah), Hijaz ( Madinah
dan Makkah), Syiria. Namun dalam buku-buku sejarah yang ada, jejak syiria kurang di jelaskan di daerah mana
saja aliran itu berkembang, Setiap
kota-kota tersebut memiliki pemimpinnya sendiri yang menjadi panutan pendapat
yang memberikan sumbangaan pada perkembangan pemikiran hukum didaerah tersebut.
Diantaranya sebagai berikut :
Makkah : ‘Atha bin Abi Rabah (w.114 H).
‘Amr bin Dinar (w.126 H).
Madinah : Sa’id bin al-Musyayyib (w.94 H).
‘Urwah bin al-Zubayr (w.93 atau 94 H).
Abu Bakar bin ‘Abdul Rahman (w.94 atau 95 H).
‘Ubayd illah bin ‘Abdullah (w.k.l.98 H).
Kharijah bin Zayd (w.99 H).
Sulayman bin Yasar (w.k.l.107 H).
Al-Qasim bin Muhammad
(w.107 H).
Mereka
itu umumnya dikenal sebagai “tujuh ahli hukum dari Madinah”.
Bashrah : Muslim bin Yasar (w.108 H).
Al-Hasan bin Yasar (w.110 H).
Muhammad bin Sirin (w.110 H).
Kufah : ‘Alqamah bin Qays (w.62 H).
Masruq bin Al-Ajda’ (w.63 H).
Al-aswad bin Yazid (w.75 H).
Syurayh bin al-Harits (w.78 H).
Syiria : Qabisah bin Dzuwayb (w.86 H).
‘Umar bin ‘abdul-‘Aziz (w.101 H).
Makhlul (w.113 H).
Al-Awza’I
(w.157 H), pemimpin terakhir dari madzhab Syria.[2]
Ulama’ Hijaz cenderung
lebih di kenal dengan sentra madzhab atau madrasah tradisional atau di sebut
pula dengan ahl al- hadist. Dalam
bukunya yang berjudul Fiqih Perbandingan
Masalah Pernikahan Ibrahim Hosen menjelaskan
sebab-sebab mengapa Hijaz cenderung di sebut dengan ahl-hadis :
1. Mereka
cenderung mengikuti pemikiran para pendahulu mereka dari kalangan sahabat
seperti Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Zubair Abdullah bin Amr bin Ash
2. Mereka
terbiasa menghafalkan dan mengamalkan hadist-hadist yang telah ada sebagai
solusi dalam menghadapi sebuah permasalahan.
3. Ulama’
Hijaz hidup pada masa permulaan Islam sehingga masalah-masalah yang ada tidak
begitu kompleks, sehingga cukuplah bagi mereka dengan mengacu pada
Al_Qur’an dan sunnah Rasul [3].
Beda Ulama’ maka beda pula kecenderungan
berfikirnya, apabila ulama’ hijaz di sebut dengan ahl-hadist dan sedikit sekali
menggunakan ra’yu maka sebaliknya ulama’Irak di kenal dengan ahl-ra’yi yaitu orang-orang atau golongan hukum
dalam menetapkan hukum selain berpegang pada Al-Qur’an atau Hadist, Nabi juga
mempergunakan akal pikiran atau ijtihad, mereka berpendapat bahwa ayat-ayat
Al-Qur’an itu banyak yang harus dipahami isinya dengan jalan ijtihad, bila
ijtihad berpangkal kepada kemampuan berfikir tidak dipergunakan maka hukum
islam tidak akan berkembang , daerah islam makin luas, pesoalan-persoalan
kehidupan dnia makin kompeks, perlu dihadapi dan diatur selain langsung dengan
ketentuan-ketentuan al-Qrur’an dan
hadist, juga dengan kemampuan ijtihad yang tidak lepas dari dasar pokok yaitu
Al-Qur’an dan Hadist[4].
Fakto-faktor penyebabnya sebagai berikut :
1. Mereka
lebih banyak mengikuti pemikiran guru-guru terdahulu yang banyak menggunakan
ra’yu seperti Abdullah bin Mas’ud yang
mniru dalam banyak hal kepada Umar bin Khatab.
2. Ulama’
Irak m erasa telah cukup dengan hadist-hadist yang telah di bawa oleh para sahabat yang pergi ataupun pernah tinggal di Irak, seperti Ali bin Abi thalib, Abdullah bin Mas’ud, dll.
3. Irak
merupakan daerah rawan gejolak politik, sehingga para ulama’ Irak akan lebih
selektif dalam memilih hadist.
4. Irak
adalah kota yang multi budaya dan multi peradaban, hal ini di sebkan karena
banyaknya peninggalan adat istiadat dari budaya Persia, Romawi, Yunani,
sehingga kehidupan masyarakatnya lebih beragam. Hal ini yang menjadikan salah
satu alasan ulama’ Irak menggunakan ra’yu , dimana jumlah hadist yang sangat
terbatas dan tidak semua permasalahan yang di hadapi oleh masyarakatnya di
temui titik temunya dalam hadist.
B. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya
Masalah Khilafiyah
Karena
sumber-sumber hukum (islam) pada masa sahabat sepeninggal Nabi SAW adalah
al-Qur’an, al-sunnah, dan ijtihad sahabat (termasuk : Qiyas, Ra’yu, dan Ijma’
sahabat), dalam buku Genealogi Pluralitas
Madzhab dalam Hukum Islam Abbas Arfan mengkelompokannya dalam tiga katagori
yaitu :
a. Al-Qur’an,
penyebabnya adalah sebagai berikut :
1.
Adanya kontradisi antara sesama
nash-nash al-qur’an dan adanya upaya mereka untuk mencegah perentangan itu.
2.
Perbedaan dalam memahami ayat-ayat
global.
3.
Sebagian sahabat terkonsentrasi dengan
zahirnya teks atau nash (tekstual),
sedangkan yang lainnya lebih terhadap makna yang bermaksud kontekstual.
4.
Sahabat berhenti pada zahirnya nash-nash
umum dan tidak menemukan
ataumenganggap nash lain sebagai pengtakhshish-nya,
sedangkan yang lain menemukannya.
5.
Perbedaan pendapat dalam memahami suatu
struktur kalimat dalam nash-nash al-Qur’an yang memiliki dua aspek pengertian.
b. Al.Sunnah, seperti
diungkapkan oleh waliyullah al-Dahlawi
1.
Sampainya suatu hadist (hukum atau
fatwa) kepada sebagian sahabat, sedangkan yang lain tidak, maka ia akan
berijtihad dengan ra’yunya.
2.
Mereka sama-sama melihat Nabi SAW
(Hadist Fi’liyah), namun sebagian mereka menggap perbuatan Nabi SAW itu sebagai
qurbah atau kesunnahan dan sebagian yang lain hanya mubah.
3.
Karena lalai atau lupa akan sunnah yang
didengar atau dilihatnya.
4.
Perbedaan persepsi antara antara mereka
dalam memahami perkataan-perkataan Nabi SAW (Sunnah Qauliyah).
5.
Perbedaan dalam menentukan ‘illat hukum
suatu sunnah.
6.
Perbedaan pemahaman dalam menyikapi
beberapa sunah yang saling kontradiksi.
c.
Ijtihad
Sebab-sebab perbedaan pendapat yang melalui
pintu ijtihad dengan ra’yu ini tidak bias dilepaskan dari perbedaan yang ada
antara mereka berbagai hal termasuk ra’yunya atau pandangan intelektualnya yang
sangat dipengaruhi oleh akal, kepribadian, keluarga, dan llingkungannya.
Sebagai
perbandingan kami cantumkan kutipan dari buku perbandingan madzhab bapak Ali
Trigiyatno M.Ag Tempat-tempat terjadinya khilafiyah yang lebih ringkas agar
muda dipahami, yaitu :
1. Ayat-ayat
al-Qur’an yang petunjuknya tidak pasti atau zhanni ad-dalalah. Sedangkan
ayat-ayat yang sudah pasti dan jelas maknanya bukan lading terjadinya masalah
khilafiyah.
2. Hadist-hadist
Nabi saw yang jumlahnya ratusan ribu, ada yang zhanni, baik zhanni wurud
(dugaan terkait penisbahannya dengan Nabi) maupun zhanni dalalah (petunjuknya
masih bersifat dugaan).
3. Peristiwa-peristiwa
yang belum ada petunjuk langsung dari al-Qur’an dan as-Sunnah juga menjadi
ladang yang subur bagi terjadinya perbedaan pendapat. Seperti hukum bunga bank,
asuransi, bursa efek, zakat profesi dll.
Ketiga faktor tersebut merupakan jaminan
mereka untuk berbeda pendapat dan fatwa, namun jika fatwa mereka benar mereka
akan mendapat dua pahala, akan tetapi jika mereka salah, akan mendapatkan satu
pahala.
C. Sebab-Sebab Terjadinya Perbedaan
Madzhab
1. Faktor
Internal
a. Karena
kedudukan suatu hadist
Suatu hadist yang diterima ditanggapi
dengan beragam ada yang meyakini dan ada pula yang meragukan
b. Karena
tidak sampainya suatu wrilayah
Adanya riwayat yang banyak jumlahnya
terkadang sering tidak diketahui oleh para imam belum lagi dengan
perbendaharaan hadist antara yang satu dengan yang lainnya tidaklah sama
sehingga sering kali riwayat itu tidak sampai yang mengakibatkan kecenderungan
berijtihad dengan akal.
c. Berbeda
dalam mengartikan kata-kata nash
d. Tidak
sama dalam menggunakan kaidah ushul dan kaidah fiqhiyyah
Ada Imam yang menggunakan istihsan dan
ada yang tidak. Demikian juga dalam penggunaan ijma’ ahl Madinah, qiyas,
maslahat mursalah, istishab, fatwa sahabat dll. Lafadz amr (suruhan) oleh
sebagian dipahami sebagai perintah wajib, dan oleh sebagian dipahami sebagai
sunah, dan terkadang dipahami dengan makna lain.
2. Faktor
Eksternal
a. Tidak
sama dalam hal perbendaharaan hadist
Banyaknya hadist-hadist yang ada
pastilah tidak semua diketahui dan dapat diserbakan keseluruh penjuru kota maka
tidak mengherankan pula apabila penguasaan hadist yang satu dengan daerah yang
lain berbeda.
b. Faktor
politik
Perpecahan yang terjadi antara kaum
muslimin sering kali menimbulkan peperangan yang memasuki wilayah hukum dan
teologi.
Hal ini juga dinyatakan oleh Sa’id
Musthafa al-khin dalam kitabnya Atsar al-Ikhtilaf fi al-Qawa’id al-ushuliyah fi
Ikhtilaf al-Fuqaha’ sebab perbedaan dalam furu’ yang terpenting adalah :
1. Adanya
perbedaan dalam hal Qira’at.
2. Tidak
sampainya suatu hadist kepada seorang imam dalam sebagian masalah.
3. Ragu-ragu
dalam kedudukan suatu hadist.
4. Berbeda
dalam pehaman dan penafsiran suatu teks.
5. Adanya
lafadz yang mengandung makna lebih dari satu.
6. Adanya
pertentangan antar dalil.
7. Tidak
didapatinya suatu nash dalam sebuah permasalahan.
8. Berbeda
dalam menentukan Qawaid Ushuliyah.[5]
D. Sikap
para Ulama’ terhadap masalah khilafiyah
Al-Hafidh
Ibnu Abdil Bar dalam kitabnya “Jami’u bayanil ilmi wa fadlihi” menulis bab
khusus, disebut “Bab-u jami’ bayani ma yalzamu-n Nadhira fi ikhtilafil fuqoha”
: “Imam Abu Umar menngatakan bahwa dalam masalah ini para ulama terbagi menjadi
dua pendapat :
1. Pendapat
pertama
Khilafiyah
merupakan rahmat dan kelonggaran oleh karenanya para sahabat dibolehkan
mengambil pendapat salah satunya, ada suatu riwayat yang menyebutkan bahwa Umar
bin Abdul Aziz ra, mengatakan “Saya kurang senang seandainya para sahabat Nabi
itu tidak berbeda pendapat. Sebab seandainya Cuma ada satu pendapat saja
niscaya orang-orang tidak akan menemui kelonggaran. Para sahabat itu adalah
imam-imam yang perlu dicontoh dan diikuti. Karena itu kalau seorang akan
mengikuti salah satu diantaranya maka itu merupakan suatu kelonggaran”
2. Pendapat
kedua
Yaitu
pendapat imam Malik, Imam Syafi’i, dan murid-murid kedua imam ini, juga imam
Laits bin Saad, al-Auza’I, Abu Tsaur, serta segolongan ahli ilmu.
Pendapat
ini mengatakan bahwa perbedaan pendapat bila kekuatanya berimbang, maka berarti
ada yang salah dan ada yang benar. Kemudian dalam masalah khilafiyah seperti
ini kita wajib mencari dalil, baik dari Qur’an, Hadist, Ijma’, maupun Qiyas ;
sebab semua ini akan selalu ada. Apabila dalil-dalil itu sama kedudukannya maka
kita wajib mengikuti mana yang lebih cenderung kepada Quran dan Hadist. Suatu
riwayat dari Asyhab, ia berkata “Imam
malik pernah di tanya mengenai perbedaan pendapat para sahabat, jawabnya,”ada
yang benar ada yang salah telitilah saja”.[6]
KESIMPULAN
Perbedaan madzab sudah terjadi sejak
zaman sahabat, hal ini dapat terjadi karena setelah Rasulullah wafat para
sahabat tidak ada lagi tempat untuk mengadu permasalahan mereka agar
mendapatkan solusi yang tepat, sedangkan tidak semua nash dan hadist menjelaskan
permasalahan yang ada, apalagi seiring berjalannya waktu permasalahan yang
timbul s4makin kompleks. Namun demikian banyak factor-faktor lain yang
mendukung terjadinya perbedaan madzab baik itu factor eksternal maupun faktor
internal.
DAFTAR PUSTAKA
DR.M.A Bayanuni, Memahami Hakekat Hukum Islam, cet.1,
Jakarta: Puataka Azet,1986.
Ali
Trigiyatno, Perbandingan Madzhab,
Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2005.
Ensiklopedi
Hukum Islam, Cet. 1, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996.
Ahmad
Hasan, Pintu Ijtihad sebelum Tertutup,
Bandung : Pustaka 1994.
Abbas
Arfan, Geneologi Pluralitas Madzhab dalam
Hukum Islam, Malang : UIN Malang Press, 2008.
[1]
Ali Trigiyatno, Perbandingan Madzhab,
Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2005, hal.26-27.
[2]
Ahmad Hasan, Pintu Ijtihad sebelum Tertutup, Bandung : Pustaka ’94, hlm.19-20
[3]
Ali Trigiyatno, Perbandingan Madzhab,
Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2005, hal. 28
[4]
Ensiklopedi Hukum Islam, Cet. 1, Jakarta : PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996,
jilid 1, hlm.117
[5]
Ali Trigiyatno, Perbandingan Madzhab,
Pekalongan: STAIN Pekalongan Press, 2005, hal. 31-35
0 komentar on "PERBEDAAN MADZHAB DAN SEBAB-SEBABNYA"
Posting Komentar