Selasa, 01 Mei 2012

ketentuan Ila’ dalam Islam

Diposting oleh Rifka Fatin Khamamah di 12.34

  
    Ila’ adalah sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya dalam jangka waktu tertentu.
Di zaman Jahiliyah, ila’ merupakan salah satu bentuk perceraian antara suami istri, yang dilakukan dengan tujuan memberi mudharat kepada istri. Di zaman jahiliyah, suami bersumpah tidak akan menggauli istrinya selama satu tahun atau lebih, dan ketika waktunya sudah hampir habis suami mengulangi sumpahnya kembali. Perbuatan ini menyebabkan status istri mereka tidak jelas. Ia tidak dicerai dan tidak pula digauli suaminya, sehingga membawa mudharat bagi istrinya. Kasus seperti ini kemudian diperbaiki oleh Islam yang menjadikannya sumpah ila’ yang berakhir dalam jangka waktu empat bulan. Apabila suami kembali pada istrinya sebelum habis masa empat bulan  tersebut berarti ia telah melanggar sumpahnya dan suami wajib membayar kafarat.

Ø Kedudukan hukum ila’ dalam Islam
Sekalipun perbuatan ila’ dilarang Islam, namun Allah SWT ingin memberikan jalan keluar dari kemelut tersebut, sehingga tata cara ila’ di zaman jahiliyah bisa diperbaiki. (Surat Al-Baqarah ayat 226-227).
Dalam ila’, terdapat dua hal kaitannya dengan jangka waktu yang diucapkan suami, waktu ila’nya di bawah empat bulan, atau empat bulan ke atas.
1.      Di bawah empat bulan,
Apabila suami bersumpah tidak akan menyetubuhi istri dalam jangka waktu di bawah empat bulan, yang lebih baik bagi suami adalah (1) membatalkan sumpahnya, (2) membayar kaffarah (denda) sumpah, kemudian (3) kembali menyetubuhi istrinya. Saran ini datang dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam sendiri, “Barangsiapa bersumpah atas suatu hal, lalu ia melihat yang selain sumpah tersebut lebih baik, datangilah yang dia lebih baik tersebut, dan hendaknya ia batalkan sumpahnya.”(H.R Muslim)
2.      Empat bulan ke atas.
Adapun jika suami bersumpah tidak akan menyetubuhi istrinya selama-lamanya, atau dengan mengucapkan waktu tertentu yang lebih dari empat bulan, sang suami bisa membatalkan sumpahnya, memnayar kaffarah, setelah itu boleh kembali menyetubuhi istrinya. Namun, jika ia tidak membatalkan sumpahnya, istri menunggu sampai waktu ila’ habis hingga empat bulan. Setelah itu, istri meminta atau memberikan dua pilihan kepada suami untuk (1) menyetubuhinya atau (2) menceraikan dirinya saja.
Jika suami memilihi opsi (1), tentu saja berarti rumah tangga pasangan suami istri tersebut berlanjut kembali.
Syarat – syarat ila’ menurut jumhur ulama
1.    Suami bersumpah dengan nama Allah SWT atau salah satu sifat-Nya.
2.    Objek sumpahnya itu adalah senggama / farj istri, dalam waktu lebih dari empat bulan.
3.    Wanita tersebut masih berstatus istri, sekalipun secara hukum dalam masa iddah.

0 komentar on "ketentuan Ila’ dalam Islam"

Selasa, 01 Mei 2012

ketentuan Ila’ dalam Islam


  
    Ila’ adalah sumpah suami untuk tidak menggauli istrinya dalam jangka waktu tertentu.
Di zaman Jahiliyah, ila’ merupakan salah satu bentuk perceraian antara suami istri, yang dilakukan dengan tujuan memberi mudharat kepada istri. Di zaman jahiliyah, suami bersumpah tidak akan menggauli istrinya selama satu tahun atau lebih, dan ketika waktunya sudah hampir habis suami mengulangi sumpahnya kembali. Perbuatan ini menyebabkan status istri mereka tidak jelas. Ia tidak dicerai dan tidak pula digauli suaminya, sehingga membawa mudharat bagi istrinya. Kasus seperti ini kemudian diperbaiki oleh Islam yang menjadikannya sumpah ila’ yang berakhir dalam jangka waktu empat bulan. Apabila suami kembali pada istrinya sebelum habis masa empat bulan  tersebut berarti ia telah melanggar sumpahnya dan suami wajib membayar kafarat.

Ø Kedudukan hukum ila’ dalam Islam
Sekalipun perbuatan ila’ dilarang Islam, namun Allah SWT ingin memberikan jalan keluar dari kemelut tersebut, sehingga tata cara ila’ di zaman jahiliyah bisa diperbaiki. (Surat Al-Baqarah ayat 226-227).
Dalam ila’, terdapat dua hal kaitannya dengan jangka waktu yang diucapkan suami, waktu ila’nya di bawah empat bulan, atau empat bulan ke atas.
1.      Di bawah empat bulan,
Apabila suami bersumpah tidak akan menyetubuhi istri dalam jangka waktu di bawah empat bulan, yang lebih baik bagi suami adalah (1) membatalkan sumpahnya, (2) membayar kaffarah (denda) sumpah, kemudian (3) kembali menyetubuhi istrinya. Saran ini datang dari Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam sendiri, “Barangsiapa bersumpah atas suatu hal, lalu ia melihat yang selain sumpah tersebut lebih baik, datangilah yang dia lebih baik tersebut, dan hendaknya ia batalkan sumpahnya.”(H.R Muslim)
2.      Empat bulan ke atas.
Adapun jika suami bersumpah tidak akan menyetubuhi istrinya selama-lamanya, atau dengan mengucapkan waktu tertentu yang lebih dari empat bulan, sang suami bisa membatalkan sumpahnya, memnayar kaffarah, setelah itu boleh kembali menyetubuhi istrinya. Namun, jika ia tidak membatalkan sumpahnya, istri menunggu sampai waktu ila’ habis hingga empat bulan. Setelah itu, istri meminta atau memberikan dua pilihan kepada suami untuk (1) menyetubuhinya atau (2) menceraikan dirinya saja.
Jika suami memilihi opsi (1), tentu saja berarti rumah tangga pasangan suami istri tersebut berlanjut kembali.
Syarat – syarat ila’ menurut jumhur ulama
1.    Suami bersumpah dengan nama Allah SWT atau salah satu sifat-Nya.
2.    Objek sumpahnya itu adalah senggama / farj istri, dalam waktu lebih dari empat bulan.
3.    Wanita tersebut masih berstatus istri, sekalipun secara hukum dalam masa iddah.

0 komentar:

 

Rifkaaa Copyright 2009 Sweet Cupcake Designed by Ipiet Templates Image by Tadpole's Notez